


semua karya dan peristiwa berkesan yang kupersembahkan untuk mereka yang kucintai
Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Dalam bahasa Inggris, rumput laut diartikan sebagai seaweed. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Rumput laut alam biasanya dapat hidup di atas substrat pasir dan karang mati. Beberapa daerah pantai di bagian selatan Jawa dan pantai barat Sumatera, rumput laut banyak ditemui hidup di atas karang-karang terjal yang melindungi pantai dari deburan ombak. Di pantai selatan Jawa Barat dan Banten misalnya, rumput laut dapat ditemui di sekitar pantai Santolo dan Sayang Heulang di Kabupaten Garut atau di daerah Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang. Sementara di daerah pantai barat Sumatera, rumput laut dapat ditemui di pesisir barat Provinsi Lampung sampai pesisir Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam.
Selain hidup bebas di alam, beberapa jenis rumput laut juga banyak dibudidayakan oleh sebagian masyarakat pesisir
Eucheuma.
Species Eucheuma nampak di area pantai Asia Tenggara dan pantai Afrika Timur. E. muricatum dikenal dalam perdagangan sebagai “Rumput laut Singapura“, E. serra dan E. cottonii dijual dan dikenal sebagai “Rumput laut Zanzibar “.
“Eucheuman” diekstrak dari kedua kelompok rumput laut tersebut. Hasilnya dikenal sebagai agaroid. Bahan mentahnya sering digunakan sebagai bahan tambahan dari bahan mentah agar atau untuk produksi karagenan.
Eucheuma
Pada suatu konteks penggunaan “eucheuman” terdapat kesalahan antara agar dan karagenan.Dalam penerapannya terutama kandungan media air dan “jelly” pada dunia obat-obatan, industri kosmetika dan teknologi pangan. Akhir-akhir ini sejumlah Eucheuma telah banyak diteliti agar supaya ditemukan bahan mentah baru karena peningkatan pasar akan karagenan. Cheyney dan Dawes melaporkan tentang studi ekologis dari Eucheuma disepanjang pantai Florida terutama Eucheuma nudum.
Lima buah bentuk karaganenan yang telah diketahui adalah kappa-, lambda-, my-, ypsilon- dan jota-karagenan. Bentuk-bentuk ini berbeda dalam tingkat kandungan sulfatnya dan rasio galaktosa terhadap 3,6-anhydrolactose, namun begitu juga berbeda pada pemantaannya secara fisik. Bentuk dari perairan Pasifik adalah E. cottonii, E. procrusteanum, E. serra, E. spinosum, E. striatum yang mengandung kappa-karagenan murni. Sedangkan E. odontophorum mengandung campuran dari kappa- dan jota-karagenan. Jenis E. uncinatum mengandung persilangan bentuk dari jota dan ypsilon-karagenan. E. gelidium, E. isiforme, E. nudum dari perairan Karabia mengandung sebuah bentuk “deviant” dari jota-karagenan.
Dawes et al., telah melaporkan tentang studi fisiologis dan bio-kimiawi pada jota-karagenan yang diproduksi Eucheuma uncinatum dari Teluk California. Ciri “khas” jota-karagenan dari rumput laut ini berbeda dari “deviant” jota-karagenan yang ditemukan dalam E. isiforme, E. nudum, E. gelidium dan E. acanthocladum yang berasal dari Florida dimana kandungan tingkat sulfatnya lebih rendah. Hasil kandungan karagenan dari species Eucheuma yang berasal dari Tanzania telah dideterminasi oleh Mshigeni dan Semesi.
E. spinosum mengandung kurang lebih 72,8 % dengan puncak absorpsi (pa) pada jota-karagenan. E. striatum kurang lebih 69 % dengan pa pada kappa-karagenan. E. platycladum kurang lebih 65 % dengan pa pada jota-karagenan. E. okamurai kurang lebih 58 % dengan pa pada kappa-karagenan dan E. speciosum f. mauritianum 54 % dengan pa pada jota-karagenan.
Beberapa species Eucheuma telah dibudidaya karena permintaan akan karagenan yang meningkat. Dalam tahun 1968 pada the 13th Session of the Indo-Pacific Fisheries Council permasalahan budidaya E. muricatum (=E. spinosum) dan E. edule telah dibahas. Percobaan pertama telah memberikan hasil yang nyata. Doty dan Alvares melaporkan tentang produktifitas budidaya Eucheuma. Hasil anhydrous bersih dari E. edule mengandung kurang lebih 50 % kappa-karagenan. Di Filipina terdapat kurang lebih 700 buah area budidaya rumput laut ini pada tahun 1973. Mereka mengekspor lebih dari 100 ton berat kering Eucheuma per bulan. Ricohermoso dan Deveau melaporkan bahwa sekarang terdapat lebih dari 1000 area budidaya Eucheuma di daerah ini dan produksinya lebih dari 300 ton perbulan untuk pasar dunia. Sedangkan Doty dan Santos mengatakan tentang studi komparatif secara morfologi dan informasi kimiawi gel pada 14 species Eucheuma.
Sumber :http://www.rumputlaut.org/ & http://www.wikipedia.org/
Hutan Mangrove (Bakau) Pulau Mendanau Belitung Terselamatkan Dari Kerusakan Lingkungan dan Ekosistem
Hampir tiga kilo meter ketebalan pohon bakau dari pantai menjorok kelaut mengelilingi pulau Mendanau di Belitung, Ini sangat menguntungkan bagi masyarakat Belitung, selain tanaman bakau untuk penahan abrasi dan angin laut juga merupakan peredam pertama dari badai Tsunami, akar yang kokoh dari pohon bakau memcegah dari intrusi air laut yang mengasinkan kandungan air tanah disekitar pantai di Pulau Mendanau tersebut.
Pohon bakau disekitar pulau mendanau Belitung tempat habitat bermacam-macam fauna baik burung, tupai monyet ular biawak, genangan air dibawah pohon bakau tempat bertelurnya berbagi jenis ikan kemudian di sekumpulan pohon bakau merupakan tempat bermacam-macam bioata laut baik kerang, udang rebon kepiting dan ini sangat menguntungkan buat masyarakat.Pulau mendanau di Belitung merupakan sisa-sisa dari kelestarian flora dan fauna di gugusan kepulauan Belitung jadi tidak heran masih banyak jenis-jenis burung yang bersarang di pulau ini seperti murai batu, elang laut berebak, pentis, pergam dan masih banyak lagi dari Jenis burung yang merupakan kekayaan keanekaragaman pulau Belitung berada di pulau Mendanau sedangkan dari tumbuhan liar berupa hutan terdapat kayu petaling yang konon kabarnya hanya tumbuh di pulau Mendanau ini.
Beberapa bulan lalu pulau ini terusik akan keberadaan tambang Bouksit, Dengan adanya aktivitas penambangan yang dilakukan atas dasar-dasar yang sangat jelas melanggar Undang-undang RI No. 27 tahun 2007 dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41 Tahun 2000 tentang Pemberdayaan pulau kecil dan pesisir serta larangan melakukan aktivitas penambangan di area pulau yang luasnya kurang dari 2.000 km2.
Pulau mendanau Belitung di eksplorasi daratan untuk di ambil mineral tambang berupa bouksit, padahal bertahun-tahun pulau ini telah menjadi warisan masyarakatnya yang mengelolah sumber daya alam berupa perkebunan karat dan juga mengambil hasil dari lautnya yang melimpah, Masyarakat yang sudah terbiasa mandiri bersahabat dengan alam mengusahakan budidaya keramba laut dan juga bubu ikan berupa siro, kemudian Ikan tangkap tradisional tentu saja masyarakat sangat kuatir akan adanya kegiatan penambangan ini alam akan menjadi rusak parah dikemudian hari laut tercemar akibat dari keberadaan tambang yang akan membunuh biota laut seperti udang rebon, ikan, kerang laut dan kepiting, Sementara daratan akan bertambah parah akibat pencemaran lingkungan berupa debu dari tambang bouksit .
Masyarakat Pulau mendanau Belitung mengadukan ke DPRD Pulau Belitung untuk segera menghentikan beroperasinya tambang boksit lalu segera hengkang dari pulau Mendanau namun mengalami Jalan buntu tak ada penyelesaian secara cepat maka Deki Siswoyo pemuda asal pulau mendanau bersama sesepuh Adat masyarakat kepulauan Mendanau yang tergabung dalam Forum Masyarakat Mendanau mendatangi KPK Jakarta untuk melaporkan kasus ini untuk segera menyelidiki apakan ada kasus pelanggaran berupa indikasi Korupsi dengan memampaatkan tata ruang di pulau Belitung dari izin yang dikeluarkan oleh pejabat daerah Belitung untuk tambang Bouksit di pulau Mendanau tidak hanya itu Deki, Apriandi serta sesepuh adat Pulau mendanau Ibrahim Iful mewakili masyarakat mendatangi Mabes Polri di Jakarta untuk melaporkan kasus ini dengan nomor laporan pengaduan 2008-09-000024, lalu kasus ini di limpahkan ke Polda Babel untuk diselidiki beberapa orang telah di minta keterangan termasuk mantan pejabat daerah. Dilansir disalah satu media cetak harian rakyat pos kamis 4 desember 2008.
Alhasil kegigihan masyarakat Pulau Mendanau Belitung ini untuk menghengkangkan Perusahan tambang mengalami hasilnya "Perusahanan ini berhenti beroperasi beberapa peralatannya disita oleh Polda Babel guna untuk penyelidikan lebih lanjut, Sedangkan dari sisi hukum diharapakan akan tetap diberlakuan apabilah ada tersangka dalam kasus ini sesuai dengan hukum yang berlaku di Republik Indonesia dan yang lebih penting pulau Mendanau terselamatkan dari kehancuran ekosistem". Ujar Deki Siswoyo pada saat wawancara lewat Via telepon.
Semoga kasus ini menjadi pelajaran buat pejabat Daerah di Bangka Belitung mesti harus berhati-hati dalam mengambil keputusan perizinan akan keberadaan pulau-pulau kecil di gugusan Nusantara yang punya potensi dari segi laut maupun darat, Selanyaknyalah Masyarakat di bekali pengetahuan perundang undangan di Indonesia akan keberadan pulau-pulau kecil yang dilindungi serta bahaya dari pencemaran lingkungan akibat dari limbah buangan tambang agar pulau-pulau kecil digugusan Nusantara ini terselamatkan dari keserakahan manusia yang sewaktu-waktu mengintai hanya untuk keuntungan sesaat tampa memikirkan masa depan dari kelestarian lingkungan.
http://www.ubb.ac.id/featurelengkap.php?judul=Hutan%20Mangrove%20(Bakau)%20Pulau%20Mendanau%20Belitung%20Terselamatkan%20Dari%20Kerusakan%20Lingkungan%20dan%20Ekosistem&&nomorurut_berita=169
Seperti yang kita tahu, PT Lapindo Brantas, Sidoarjo membuat geger masyarakat Indonesia pada Mei 2006. Semua saja yang ada di sekitarnya diluluhlantakan, sawah, rumah, air bah yang tiada henti. Perekonomian hancur nafas kehidupan pun terhenti untuk beberapa tahun. Momok pengungsian yang dingin datang seiring lumpur menggenang.
Kesalahan pengeboran, inilah alasan yang diberitakan sejumlah media massa Indonesia bahkan mancanegara. Istilah Human Error disematkan pada beberapa pejabat dan perusahan terkait. Namun penanganan bencana belum usai sampai sekarang.
Pengeboran gas oleh Lapindo dilakukan di sumur Banjarpanji, Porong mulai Maret 2006 pkl 05.00 WIB pada lokasi sekitar 150-200 m barat daya dari sumur. Semburan lumpur panas ini diduga berasal dari ‘mud volcano’ yang ada di luar sumur pengeboran. Lumpur panas ini diduga merupakan lumpur yang berasal dari laut karena kandungan airnya yang asin sekitar 70% sedangkan lumpur 30%. Sebab-sebab yang dipaparkan dalam seminar “Mengupas Tuntas Tragedi Lapindo Brantas” oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi “GEA” ITB ini, mendapat tanggapan serius dari mahasiswa-mahasiswa yang peduli.
Lumpur yang ada akhirnya dibuang ke kali Porong menuju laut, untuk menghindari bencana yang lebih besaar. Penyebab lain dari penilaian di bidang perminyakan oleh Dr. Ir.Rudi Rubiandini RS bahwa pengeboran yang dilakukan oleh Lapindo Brantas mengalami kesialan. “Pengeboran Sumur Banjarpanji menghadapi 4 masalah teknik sekaligus! Maka bencananya bisa sedahsyat itu”, ucap Rudi dalam seminar tersebut.
Bermacam argumentasi diajukan silih berganti oleh pihak Lapindo Brantas, pemerintah, maupun lembaga-lembaga sosial / non sosial yang terkait atau membela rakyat Porong. Namun tanpa ada tindakan TEPAT, maka permasalahan ini takkan kunjung selesai.
Saya pribadi merasa iba melihat saudara-saudara kita di pengungsian selama hamper tiga tahun. Ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikis maupun intelegensi mereka. Sampai kapankah Indonesia harus pasrah dan menunggu?
Setiabudi, 2 April 2009