Selasa, 28 April 2009

Lumpur Lapindo, Akankah Usai?

Seperti yang kita tahu, PT Lapindo Brantas, Sidoarjo membuat geger masyarakat Indonesia pada Mei 2006. Semua saja yang ada di sekitarnya diluluhlantakan, sawah, rumah, air bah yang tiada henti. Perekonomian hancur nafas kehidupan pun terhenti untuk beberapa tahun. Momok pengungsian yang dingin datang seiring lumpur menggenang.

Kesalahan pengeboran, inilah alasan yang diberitakan sejumlah media massa Indonesia bahkan mancanegara. Istilah Human Error disematkan pada beberapa pejabat dan perusahan terkait. Namun penanganan bencana belum usai sampai sekarang.

Pengeboran gas oleh Lapindo dilakukan di sumur Banjarpanji, Porong mulai Maret 2006 pkl 05.00 WIB pada lokasi sekitar 150-200 m barat daya dari sumur. Semburan lumpur panas ini diduga berasal dari ‘mud volcano’ yang ada di luar sumur pengeboran. Lumpur panas ini diduga merupakan lumpur yang berasal dari laut karena kandungan airnya yang asin sekitar 70% sedangkan lumpur 30%. Sebab-sebab yang dipaparkan dalam seminar “Mengupas Tuntas Tragedi Lapindo Brantas” oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi “GEA” ITB ini, mendapat tanggapan serius dari mahasiswa-mahasiswa yang peduli.

Lumpur yang ada akhirnya dibuang ke kali Porong menuju laut, untuk menghindari bencana yang lebih besaar. Penyebab lain dari penilaian di bidang perminyakan oleh Dr. Ir.Rudi Rubiandini RS bahwa pengeboran yang dilakukan oleh Lapindo Brantas mengalami kesialan. “Pengeboran Sumur Banjarpanji menghadapi 4 masalah teknik sekaligus! Maka bencananya bisa sedahsyat itu”, ucap Rudi dalam seminar tersebut.

Bermacam argumentasi diajukan silih berganti oleh pihak Lapindo Brantas, pemerintah, maupun lembaga-lembaga sosial / non sosial yang terkait atau membela rakyat Porong. Namun tanpa ada tindakan TEPAT, maka permasalahan ini takkan kunjung selesai.

Saya pribadi merasa iba melihat saudara-saudara kita di pengungsian selama hamper tiga tahun. Ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikis maupun intelegensi mereka. Sampai kapankah Indonesia harus pasrah dan menunggu?

Setiabudi, 2 April 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar